Satu tekad dengan menggunakan motor supra tua untuk mencapai Puncak Kelud kami lakukan beberapa hari kemarin. 2 Motor Supra para pekerja kebun kami pinjam untuk mbrasak Gunung. Kok Supra? nanti ada alasannya.
Kami, saya dan Mas Trisman menyusuri jalanan bercadas dan berpasir yang agak lebar, tempat wira-wirinya truk perkebunan dengan pelan. Maklum, supra trondol yang kami pakai tidak terawat, skok mati membuat badan terguncang-guncang. Dengan perlahan akhirnya kami mulai memasuki jalanan setapak. dDan dengan gigi 1 kami merayap menaiki bukit.
Hamparan kebun tebu, jagung, karet, kakao dan kopi kini beralih menjadi rerimbunan hutan tropis. Saya harus lebih hati-hati karena rem depan supra yang dipinjam rusak, matilah awak..
Mengandalkan kaki turun sesering mungkin untuk menstabilkan laju motor dan terutama untuk menjaga agar saya dan motor ini tidak jatuh ke jurang. Yup, secara bergantian, di kiri atau kadang di kanan kami, jurang menganga dalam sekali. Tersamarkan oleh rimbunnya semak belukar, so bagi mereka yang meleng alias nglamun, bakalan jatuh ke jurang yang dalamnya puluhan meter.
Saya memang menjaga jarak dengan mas Trisman, selain karena demi keamanan, demi menikmati suara alam, pemandangan yang indah dan tentu untuk mengambil beberapa gambar via note.
Jalanan masih didominasi tanah berpasir yang terkadang roda kendaraan kami harus melangkahi akar-akar pepohonan. Dan whola… Di kejauhan sana terlihat puncak gunung yang indah.
Tak dinyana, akhirnya kami harus memarkir motor. “jalanannya dah habis mas.” begitu ucap Pak Trisman. “Itu Gunung kelud loh mas, coba liat!.” Wah ternyata memang Gunung Kelud, dari puncak bukit ini kami bisa melihat jalan menuju puncak, gardu pandang kelud dan tiang listrik yang menuju ke kawah. Kata beliau, pemandangan malam hari akan lebih teasa indah. Ahh, sapa pula yang mau, apalagi di sisi barat kami ada Ngarai sedalam 100 meter lebih yang konon katanya wingit.
Pak Trisman mengajak melihat jurang/ Ngarai yang dalam tersebut. Masya Allah ngeri banget, apalagi saat itu barusan saja ada tanah longsor, dimana terlihat lapisan tanah perbukitan ini (bukit bambangan kalau gak salah.CMIIW) terdiri dari pasir, kerikil dan bebatuan yang porous. Tak lupa bergaya sedikit disini, tentu dengan kehati-hatian yang sangat.
Beristirahat menikmati suara alam, suara monyet, suara hutan dan kesejukan alam, sembari melihat via aplikasi google maps, terlihat bahwa memang itu akhir jalan setapak yang kami runut.
Mengandalkan rem belakang dengan kondisi mesin mati, kami kembali ke meeting point pemberangkatan di depan kantor afdeling rangkah tadi. mantab, badan serasa naik kuda, mesin motor dimatikan dan hanya mengandalkan rem belakang, ditambah jalanan berpasir seperti yang saya ceritakan tadi memang butuh konsentrasi penuh. Tentunya, mengendarai dan mengendalikan motor supra yang enteng lebih mudah daripada naik scorpio yang berat.
next, may be menuju alas/ hutan tempat istana dedemit, namun mas Trisman mewanti-wanti, “kalau kesana kita bawa kemenyan dll mas, soalnya wingit banget”, Sayapun menghela napas panjang… wallahu’alam, liat ntar deh.
asyik tenan kuwi, wehwehweh…. seumpomo numpak metik luwih penak wi
LikeLike
loh, malah metic-nya Pak Trisman gak mau naik kok. klo sy mending pake trail apa bebek standart wae mas Ali. medannya serem.
LikeLike
lek wedi yo karo merem kwkwkwkwk
LikeLike
Biyuh2.. mengerikan…………….!!!!!!!
LikeLike
😆
LikeLike
pio luwih joss ki
LikeLike
Ora pan. Coba ae megison. Bakalan keok. Bukan jalan biasa pan.
LikeLike
bawa klx250 bakalan sipp mas blusukannya 😀
LikeLike
Jelas pak. Itu yg saya harap.hehe
LikeLike
saya paham, di jalan beginian gak melulu motor trail yg bisa mendominasi. buangjauh2 pikiran bawa motor trail gede, masih enak bebek trondol, yg dibutuhin cuma motor yg ringan, gak perlu power gila. kalo rusak juga gak kepikiran
LikeLike
Hemat tenaga pak. Hehe.. takutnya klo keberatan motor, malah tambah capek.
LikeLike
Pengen juga.
berpetualang lg.
LikeLike
Monggo mas andika
LikeLike
blusukan iki critane,yang mengerikan tu jurang yang tersamarkan mas,
LikeLike
Blusukan
LikeLike
enak dolan terus…
LikeLike
Kerja pisan niki pak
LikeLike
dari pada bawa menyan mending bawa mas Yudi Batang 😀
LikeLike
menginspirasi banget mas… joss.. itu dari start sampai notok berapa jam & km?
LikeLike
Wah brp ya.. nggak ngitung. Deket kok, paling 5 km.
LikeLike
subhanallah..biru apik tenan iku mas langite..alami banget.. 🙂
LikeLike
Alhamdulillah langitnya cerah
LikeLike
itu perjalanan kapan mas ? n lewat rute mana ?
LikeLike
itu perjalanan kapan mas ? n lewat rute mana ?
LikeLike
Pingback: Hutan Kelud, Radius 1,5Km’an dari Kawah Setelah Erupsi | Touring, Adventure and Humanity