Siang itu Tuban yang merupakan daerah pesisir pantura terasa sangat panas, terutama di jalur Pantura yang pohon peneduhnya masih kecil. Saya belokkan kendaraan ke jalan desa, Sinohore. Yup, Desa Sinohore, nama desa yang asing dan aneh bagi saya, meskipun sudah bertahun-tahun berdinas di kota ini.
Rumput-rumput sudah mulai mengering, walaupun begitu masih terlihat beberapa ekor sapi yang “diangon”. saya mulai memasuki hamparan gersang, mirip savanna di daerah NTT-lah. Hanya hijaunya tanaman tembakau yang terlihat segar.
1 km kemudian, ketika mulai mendekati hutan muncul pemandangan yang kontras. Hamparan Padi yang mulai berisi terlihat menghijau. Terlihat juga beberapa gubug kecil.
Gubug-gubug kecil ini saya kira hanya sebagai tempat berteduh sementara dari teriknya matahari ataupun tempatnya diesel-diesel pompa air. Diantara gubug-gubug tersebut ada keluarga yang tinggal dan menempati.
Pak Cipto salah satunya, beliau tinggal berdua dengan anaknya ditengah hamparan sawah ini. Beliau bertugas menjaga dan merawat sawah yang notabene milik orang kaya nun jauh di Surabaya/Jakarta sana. Dengan gubug bertembokkan gedeg/bambu dan dengan segala keterasingannya, tugasnya sangat penting ketika disekitar hamparan padinya, diberi jebakan tikus berupa aliran listrik 220 Volt.
Beliau bangun tiap subuh, untuk mematikan aliran listrik, sehingga mengurangi resiko bahaya ter-setrum. Karena pada pagi hari, sudah mulai banyak warga kampung yang mulai mengais rejeki ke sawah ataupun hutan.
Pak Cipto, hanya sejumput kehidupan, yang mengandalkan hidupnya dari menjaga sawah orang. Beliau juga hanya sejumput manusia yang masih membutuhkan sawah dan segala pernik-perniknya untuk bertahan hidup. Akankah episode kehidupannya atau anaknya kelak berubah menjadi buruh pabrik disaat hamparan ini menjadi hutan beton dan besi bangunan industri?
wallahu ‘alam. Pak Cipto sampai sekarang masih bertahan dengan kesahajaannya hidup di gubug, jauh dari hingar bingar kehidupan modern.
loh tugas tuban sisan sampean sam?
LikeLike
Iya mas. Pantura pokok’e. He3
LikeLike
adem ayem rek! jozz iki 🙂
LikeLike
Mung mikirne butuh mangan ziz.. Ora perlu galau tuku Ducati.wkwkwk
LikeLike
Kalau ke kampung saya sering memperhatikan orang2 di desa, walau kehidupan mereka tampak sederhana tp mereka terlihat adem-ayem. Di sawah masih bercanda-ria dan sambil kerja masih bisa uro-uro (nyanyi2). Sederhana tapi bahagia.
LikeLike
Di Jember nggeh pak? Sy kadang2 gak ngerti sama bahasanya orang jember yg utara, soale campur2 bahasa madura.
LikeLike
Itu khas bahasa jawanya orang Jember mas, udh tercampur antara bhs madura & jawa.
LikeLike
SINOHORE itu apanya AZIZYHORE? 😀
LikeLike
Adiknya
LikeLike
Sinohore iku Melok kecamatan ngendi cak? Aku asli Tuban, tapi saiki merantau ning bekasi
LikeLike
dadi kangen pengen mulih kampung euy…
LikeLike
Mudik mas.. Khan mau hari raya.
LikeLike
enakke sing turing terus
nggarhi iri
LikeLike
Yo ojo ngono tho..hihihihi
LikeLike
pemandangan manyus
LikeLike
mungkin koreksi klo saya salah, bukannya nama desanya Senori kalau nda salah..saya orang Bojonegoro selatannya Tuban
LikeLike